I was upset because I feel that I was discriminated just because I am a women. Around a week ago, my friend asked me if I would be available to replace him for 3 days as a language assistant in one consultant firm in Dumai, Riau because he'll be away for christmas holliday. He then asked me to send my cv and he would give it to his consultant. I have a long vacation during christmas anyway. A day later, he sent me an email. Fit, I've sent your cv to my consultant, but he thinks that next week would be tough so he prefer a man. this is quoted from my concultant's email: I would love to have ibu, but this place will be hell for her so I prefer the man.
My first reaction was surprise. That was the first time I did not get a job clearly because I am a women with vagina, the consultant prefer a man with penis, and I am considered not to be capable to do a 3 days job as a language asisstant in Dumai that the consultant believes would be hell for me. I wrote to my friend saying that finally I faced a situation where my sex is a matter and tell him that I smell discrimination there. He replied that his bos select the other candidate beside he is a man, he was also born in London. If the consultant used the reason that someone who was born in London would speak better English than me, that would be more acceptable than using the main reason "I am a woman". I'm wondering If I changed my cv, erase the photograph, and write my name as F. Adi Anugrah. does it sound man enough? Would the situation change?
The next day, I saw one of my friend YM's status: damn you Kartini, you win the gender battle. Kartini, die you, and so on and so forth basically condemning Kartini for the emancipation. I buzz him and asked him what happen. He said that he was applying for a business analyst position in one of big MNC. The Human Resources Department said that he was the best candidate from the top three and the HRD will highly promote him to the user. A month later he was called. the HRD said that the department always suggested him, the best candidate to the user, but the user prefer a woman simply because the regional office is bored with man. In this case, the vagina defeated the penis. I told him what happened to me and he said that even though I failed, it was only a side job, around two million in a shot for three days, while he was applying for a permanent job.
Now, let's "analyze" the situation. Refering ONLY to the above case (because in the reality the situation will be totally different), both man and woman are equally treated, equally discriminated and equally get the priviledge. For me and and my male friend, we were discriminated because of our gender. For our competitors, they were benefited by their gender. But is this a situation we are looking for? an equality many people are fighting for? I believe it's not. The ideal one, man are women are equally treated based on their capability and quality not based on their sex. The next day, my friend YM status was "I wish I were a woman" Imagine how many women said the same thing for years "I wish I were a man". Discrimination is sucks, and I believe equality is still a long way to go. It's going to be way longer if we all decide to be ignorant.
Senin, 22 Desember 2008
Selasa, 14 Oktober 2008
Should I let it?
If only I were a teenager, I would enjoy this. But now I'm scared if I should let it open and vulnerable. But I believe that it is inevitable isn't it? Gosh... after years I finally should face this kind of joy as well as threat, again.....
Should I build a strong and high wall and prevent any possible attack or just let it open and find out maybe the one that will come is such a bless.....
I am indeed afraid
Should I build a strong and high wall and prevent any possible attack or just let it open and find out maybe the one that will come is such a bless.....
I am indeed afraid
Selasa, 16 September 2008
again about believes
Gw menikmati banget wiken kemaren karena gw makan di tempat yang lumayan ok (Nu-Art Cafe), makanannya gak mengecewakan (walaupun bukan enak banget), dan dilanjutin sama ngopi di tempat yang asik. Namanya breeze, di daerah Cipaku. Beneran tempatnya asik, karena bentuknya tuh rumah, dikelilingi kebun yang luas dan di kebun itu banyak gazeebonya trus di dalem gazeebo itu ada sofa2 besar buat ngobrol. Ditambah lagi, kita bisa denger suara tokek segala macem. Cuma karena gw kesana malem, agak menggigil juga ya bo (sudah merasa postingan ini harusnya masuk food review?). Gw pergi ma temen gw, an interesting guy who has many interesting ideas about religion. Sayangnya, malem itu ego gw sedikit terluka karena harus gw akui pengetahuan sejarah gw kalah telak. Sepertinya gw harus baca buku 5.000 halaman sejarah islamnya temen gw to restore my ego, huahahaha. enggak lah, gak seniat itu. cukup 1250 halaman mungkin ;-).
Back to the main theme. Tema yang diomongin banyak abisnya, dari mulai perang tiga kerajaan di Cina, Islam tenryata sosialis, kenapa bagdad bisa kalah sama mongol, dll (Ada yang merasa temanya terlalu berat untuk ngopi pada saat weekend?). Makanya kita omongin main theme aja which is about believe.
Ngomong-ngomong soal krisis kepercayaan terhadap agama, apakah kalian pada sempet ngalamin? bentuknya kayak apa? gw sih sempet mempertanyakan apakah Islam, agama yang gw percayai selama ini adalah sebuah kebenaran tunggal ataukah ternyata semua agama itu benar dan berjalan secara paralel? Sejauh apakah kita harus membela kepercayaan yang kita anut? jaman dulu sih orang sampe perang segala macem. Perang salib aja ada season 1, 2, 3 dan mungkin seterusnya.
Temen gw sempet nanya, dan ini sebenernya salah satu titik perbedaan yang menarik antara gw dan dia. Dia bilang gini, gimana bisa gw (refering to him) masuk ke surga firdaus dan 1 rt sama rasulullah kalo gaya hidup gw masih semi hedon gini? Gw ngaji aja paling cuma sedikit, gak wirid sampe yang banyak gitu. Belom dulu solat sempet bolong-bolong. Gimana cara bayar utang gw? Kalo percaya bahwa semua islam bakal masuk surga setelah beribu-ribu tahun di neraka, gw emang pasti masuk surga, tapi itu juga paling surga layer pertama. Apa gw resign aja dari kehidupan duniawi dan totally dedicate my self as a scholar or getting closer to God?
Gw bilang aja kalo yang namanya kerja itu kan ibadah. Rasul sendiri adalah seorang pedagang yang sukses. Bersyukur sama Allah itu bukan hanya bisa ditunjukkan dengan ritual formal, tapi juga dengan mengagumi ciptaannya. Bahkan ada hadits (gw gak yakin juga) yang bilang kalo allah menghargai orang muda yang sibuk tapi masih sempet beribadah dibanding orang tua karena kalo orang tua ya emang gak ada kesibukan lain. kurang lebih gitu lah. Idup itu lebih mudah kalo kita ngasingin diri bagaikan para sufi dan menghabiskan diri unuk solat berpuluh-puluh kali dan wirid beribu-ribu kali tiap hari. Padahal kan islam ngajarin habluminallah dan habluminannaas (yah begitulah). Yang menunjukkan kalo idup itu ya gak harus cuma berhubungan sama tuhan tapi yang horizontalnya juga harus ada.
Menurut gw, Tuhan itu gak punya standar skor kalo sekali kita solat lo bakal dapet 10 skor, trus kita utang berapa kali gak solat, dikaliin skornya. gak ada kalkulator buat dosa dan ibadah, karena cuma dia yang tau. makanya belum tentu kita wirid beribu kali skornya lebih besar karena belum tentu tulus. Kita ibadah karena kita takut masuk neraka, kita ibadah karena pengen masuk surga, kita ibadah karena takut dosa, bukan ibadah karena kita mencintai tuhan secara tulus. Mendingan lupain aja dosa yang dulu-dulu dan mulailah dari awal saat ini
Gw juga cerita kalo dari sekian solat gw, ada yang karena emang kewajiban karena dah ditanamkan dari kecil kalo gw harus solat (bahasanya dia terinternalisasi), on..off...on...off... kadang bisa sampe nangis kalo lagi solat, kadang sambil ngelamun. Seringkali gw juga mempertanyakan keberadaan Tuhan dan agama kayak misalnya kenapa jatah warisan cewe cuma setengah, dll. Cuma gw juga pernah merasakan gw dekeeettttt banget sama Tuhan kayak waktu suatu sore tenang berangin dan jalanan sepi dimana ketika gw bernapas gw merasakan tuhan masuk ke dalam pori2 gw, atau waktu gw ngeliat ribuan bintang di langit pas di Sabang yang baguuuuuusssssssssssss banget.
Dia bilang dia kadang pengen jadi orang yang menjadikan semuanya simple kayak gw, tapi dia bilang kayaknya dia emang orang yang suka memperumit sesuatu. Kalo ternyata ibadah bisa dibikin sesimple itu, cukup dengan menghargai ciptaannya, dengan bilang ciptaan tuhan itu bagus, "tell me how then". Kata-kata dia gw protes. Menurut dia pemikiran gw simple, tapi menurut gw, ritual yang dia inginkan itu lebih simple dibanding dia bisa merasakan tuhan dimana2. Cara pandang kita itu sama cuma di kutub yang berbeda....
Perbincangan malam itu lumayan terngiang-ngiang sampe di rumah. Hmmmmmm apakah membuktikan kepercayaan dan kecintaan kita emang harus pake ritual? sesuatu yang GRAND karena tuhan memang maha GRAND? atau hal-hal kecil seperti terkagum-kagum akan ciptaannya? curhat gak jelas di dalem angkot karena percaya tuhan gak bakal bocorin rahasia kita?Apakah mempertanyakan ritual untuk memujanya sebuah penistaan atau sebuah usaha untuk menggali lebih dalam?
GRAND WAY or small steps is a matter of choice. God may love them both or don't even need one.
Back to the main theme. Tema yang diomongin banyak abisnya, dari mulai perang tiga kerajaan di Cina, Islam tenryata sosialis, kenapa bagdad bisa kalah sama mongol, dll (Ada yang merasa temanya terlalu berat untuk ngopi pada saat weekend?). Makanya kita omongin main theme aja which is about believe.
Ngomong-ngomong soal krisis kepercayaan terhadap agama, apakah kalian pada sempet ngalamin? bentuknya kayak apa? gw sih sempet mempertanyakan apakah Islam, agama yang gw percayai selama ini adalah sebuah kebenaran tunggal ataukah ternyata semua agama itu benar dan berjalan secara paralel? Sejauh apakah kita harus membela kepercayaan yang kita anut? jaman dulu sih orang sampe perang segala macem. Perang salib aja ada season 1, 2, 3 dan mungkin seterusnya.
Temen gw sempet nanya, dan ini sebenernya salah satu titik perbedaan yang menarik antara gw dan dia. Dia bilang gini, gimana bisa gw (refering to him) masuk ke surga firdaus dan 1 rt sama rasulullah kalo gaya hidup gw masih semi hedon gini? Gw ngaji aja paling cuma sedikit, gak wirid sampe yang banyak gitu. Belom dulu solat sempet bolong-bolong. Gimana cara bayar utang gw? Kalo percaya bahwa semua islam bakal masuk surga setelah beribu-ribu tahun di neraka, gw emang pasti masuk surga, tapi itu juga paling surga layer pertama. Apa gw resign aja dari kehidupan duniawi dan totally dedicate my self as a scholar or getting closer to God?
Gw bilang aja kalo yang namanya kerja itu kan ibadah. Rasul sendiri adalah seorang pedagang yang sukses. Bersyukur sama Allah itu bukan hanya bisa ditunjukkan dengan ritual formal, tapi juga dengan mengagumi ciptaannya. Bahkan ada hadits (gw gak yakin juga) yang bilang kalo allah menghargai orang muda yang sibuk tapi masih sempet beribadah dibanding orang tua karena kalo orang tua ya emang gak ada kesibukan lain. kurang lebih gitu lah. Idup itu lebih mudah kalo kita ngasingin diri bagaikan para sufi dan menghabiskan diri unuk solat berpuluh-puluh kali dan wirid beribu-ribu kali tiap hari. Padahal kan islam ngajarin habluminallah dan habluminannaas (yah begitulah). Yang menunjukkan kalo idup itu ya gak harus cuma berhubungan sama tuhan tapi yang horizontalnya juga harus ada.
Menurut gw, Tuhan itu gak punya standar skor kalo sekali kita solat lo bakal dapet 10 skor, trus kita utang berapa kali gak solat, dikaliin skornya. gak ada kalkulator buat dosa dan ibadah, karena cuma dia yang tau. makanya belum tentu kita wirid beribu kali skornya lebih besar karena belum tentu tulus. Kita ibadah karena kita takut masuk neraka, kita ibadah karena pengen masuk surga, kita ibadah karena takut dosa, bukan ibadah karena kita mencintai tuhan secara tulus. Mendingan lupain aja dosa yang dulu-dulu dan mulailah dari awal saat ini
Gw juga cerita kalo dari sekian solat gw, ada yang karena emang kewajiban karena dah ditanamkan dari kecil kalo gw harus solat (bahasanya dia terinternalisasi), on..off...on...off... kadang bisa sampe nangis kalo lagi solat, kadang sambil ngelamun. Seringkali gw juga mempertanyakan keberadaan Tuhan dan agama kayak misalnya kenapa jatah warisan cewe cuma setengah, dll. Cuma gw juga pernah merasakan gw dekeeettttt banget sama Tuhan kayak waktu suatu sore tenang berangin dan jalanan sepi dimana ketika gw bernapas gw merasakan tuhan masuk ke dalam pori2 gw, atau waktu gw ngeliat ribuan bintang di langit pas di Sabang yang baguuuuuusssssssssssss banget.
Dia bilang dia kadang pengen jadi orang yang menjadikan semuanya simple kayak gw, tapi dia bilang kayaknya dia emang orang yang suka memperumit sesuatu. Kalo ternyata ibadah bisa dibikin sesimple itu, cukup dengan menghargai ciptaannya, dengan bilang ciptaan tuhan itu bagus, "tell me how then". Kata-kata dia gw protes. Menurut dia pemikiran gw simple, tapi menurut gw, ritual yang dia inginkan itu lebih simple dibanding dia bisa merasakan tuhan dimana2. Cara pandang kita itu sama cuma di kutub yang berbeda....
Perbincangan malam itu lumayan terngiang-ngiang sampe di rumah. Hmmmmmm apakah membuktikan kepercayaan dan kecintaan kita emang harus pake ritual? sesuatu yang GRAND karena tuhan memang maha GRAND? atau hal-hal kecil seperti terkagum-kagum akan ciptaannya? curhat gak jelas di dalem angkot karena percaya tuhan gak bakal bocorin rahasia kita?Apakah mempertanyakan ritual untuk memujanya sebuah penistaan atau sebuah usaha untuk menggali lebih dalam?
GRAND WAY or small steps is a matter of choice. God may love them both or don't even need one.
Senin, 15 September 2008
Rumah Gerobak
Pas mau pulang ke Bandung jumat malem kemaren, seperti biasa gw naek x-trans dari fatmawati. Di deket tempat parkir mobil di pinggir jalan besar, ada pohon dan di bawahnya ada seorang cewe,seorang cowo n dua anak kecil tiduran di bawah pohon sekitar jam 7 maleman gitu. Gw kira mereka emang pengemis yang lagi nongkrong di pinggir jalan. Trus gw kan duduk di barisan paling belakang, sebelah jendela.
Dari jendela itu gw ngeliat gerobak di deket mereka tiduran. Gw mulai mikir apakah gwrobak itu gerobak si orang2 yang tidur di bawah pohon. ternyata, di dalam gerobak ada kain batik buat gendongan bayi yang diiketin dari satu sisi gerobak ke sisi laen. Gak berapa lama, si cowo, ngangkat anak bayinya dan ngebaringin si anak di dalam gerobak tersebut. Ternyata, gerobak itu emang rumah buat mereka berempat.
Mobil jalan karena emang udah wkatunya berangkat, sedangkan gw terdiam, terpaku. Hati gw terenyuh tapi gw tidak melakukakan apapun. It hurts inside knowing that I did nothing to help them. Terpisah jendela mobil, gw yang lagi menikmati d-crepes smoked beef and cheese kesukaan gw melihat bahwa ada orang yang harus hidup dalam keadaan begitu menggenaskan. Dan satu2nya hasil dari penglihatan gw malam itu adalah postingan ini. How useless....
Dari jendela itu gw ngeliat gerobak di deket mereka tiduran. Gw mulai mikir apakah gwrobak itu gerobak si orang2 yang tidur di bawah pohon. ternyata, di dalam gerobak ada kain batik buat gendongan bayi yang diiketin dari satu sisi gerobak ke sisi laen. Gak berapa lama, si cowo, ngangkat anak bayinya dan ngebaringin si anak di dalam gerobak tersebut. Ternyata, gerobak itu emang rumah buat mereka berempat.
Mobil jalan karena emang udah wkatunya berangkat, sedangkan gw terdiam, terpaku. Hati gw terenyuh tapi gw tidak melakukakan apapun. It hurts inside knowing that I did nothing to help them. Terpisah jendela mobil, gw yang lagi menikmati d-crepes smoked beef and cheese kesukaan gw melihat bahwa ada orang yang harus hidup dalam keadaan begitu menggenaskan. Dan satu2nya hasil dari penglihatan gw malam itu adalah postingan ini. How useless....
Senin, 01 September 2008
Refleksi Munggahan
Udah jadi tradisi buat banyak masyarakat Sunda, untuk ngerayain yang namanya munggahan. Waktu salah satu temen gw nanya munggah tu apa, gw juga agak susah jelasinnya. Kalo di Aceh si ada tradisi serupa namanya meugang. Kurang lebih, Munggah tu kumpul-kumpul 1 hari sebelum bulan Ramadhan mulai. Kumpul-kumpulnya bisa nyekar ke makam leluhur, atau malah makan-makan.
Sabtu kemaren, gw, nyokap, kakak gw n istrinya pergi ke Leles, Garut. Tujuan utama sih nyekar ke makam bokap gw, plus ortu n leluhur nyokap. Di sepanjang perjalanan gw seperti biasa mengamati lingkungan sekitar (serasa observer gak jelas). Perubahan yang paling keliatan dari perjalanan kali ini adalah pembangunan jalan baru di daerah nagrek. Yah seperti mungkin dah pada tau, jalur nagreg itu kan nerakanya mudik lebaran. Jalur menanjak, macet tiada tara, apalagi di alan cagak (percabangan) garut-tasik. beudeuuuhhhhhh. Nah makanya dibangun jalan baru. Cuma pas waktunya mudik lebaran dah jadi apa belom ya jalannya? moga2 aja udah. Kalo belom pun, gw kan lebaran di bandung tahun ini jadi gak kena macet, huahahahaahahahahaha (gaya setan ketawa)
di jalan masuk ke kampung nyokap gw, ada beberapa rumah juga yang rame munggahan. Banyak mobil mewah parkir di jalan yang dah butut setengah mampus itu. Mungkin mobil2 bagus itu nandain orang yang merantau ke kota dan berhasil.... cuma nyokap bilang si di daerah situ emang keluarganya dokter siapa.... gitu. Dokter jaman kuda gitu. Tapi ya gak pasti juga. Cuma kalo tenryata orang-orang yang ngerantau pada sukses n masih inget desa bagus juga.
Trus sepupu gw kan masih tinggal di leles. Cerita dia bikin gw agak miris gitu. Dia cerita, ada anak yang gak mau sekolah kalo gak dibeliin motor ma ortunya. Ada juga yang sampe ngegerebek (hmmmmm gimana ngejelasin kata ini yah? gila? depresi? sejenis-jenis ngelamun berkelanjutan deh) kalo gak kesampean punya motor atau hp baru. Keponakan jauh gw juga sempet tuh kayak gitu n pulih setelah dapet motor. Kakak ipar gw yang orang sumedang cerita juga kalo fenomena serupa kejadian juga di Sumedang. Akibat budaya komersil? materialistik? apapun lah namanya. Yang jelas penyakit ini membahayakan. gw yang lahir dan besar di kota aja ngalamin jalan kaki or naek becak kok ke sekolah. Tapi itu bertahun-tahun yang lalu. Apa generasi sekarang beda yah? OHHHHHHHHHHH TIDAAAAKKKKKKKK
Trus gw kan abis nyekar pergi makan di samarang Garut ke tempat yang namanya mulih ka dasa. konsep tempat makan itu nawarin suasana pedesaan (laporan lengkapnya disusulin di queenandfood.blogspot.com). Ada orang maen kecapi suling, angin semeliwir, piring n gelas kaleng! Iya gelas dan piring kaleng yang bocel-bocelnya disengaja (seandainya pun gak disengaja berarti mereka beli dari toko barang bekas gitu??? TIDAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKK).
Ada ironi disitu. Di desa dimana para orangtua yang petani lagi berjuang biar tetep bia idup dan survive, anak2 minta dibeliin motor atau hp biar mau sekolah. Padahal belum tentu tahun ini panen berhasil. Di sisi lain, orang2 kota yang sok-sok kangen pedesaan bersedia membayar demi ngerasain suasana idup pedesaan or kayak orang miskin makan di atas piring kaleng!!!!! Dunia macam apa ini???
-back to work ah-
Sabtu kemaren, gw, nyokap, kakak gw n istrinya pergi ke Leles, Garut. Tujuan utama sih nyekar ke makam bokap gw, plus ortu n leluhur nyokap. Di sepanjang perjalanan gw seperti biasa mengamati lingkungan sekitar (serasa observer gak jelas). Perubahan yang paling keliatan dari perjalanan kali ini adalah pembangunan jalan baru di daerah nagrek. Yah seperti mungkin dah pada tau, jalur nagreg itu kan nerakanya mudik lebaran. Jalur menanjak, macet tiada tara, apalagi di alan cagak (percabangan) garut-tasik. beudeuuuhhhhhh. Nah makanya dibangun jalan baru. Cuma pas waktunya mudik lebaran dah jadi apa belom ya jalannya? moga2 aja udah. Kalo belom pun, gw kan lebaran di bandung tahun ini jadi gak kena macet, huahahahaahahahahaha (gaya setan ketawa)
di jalan masuk ke kampung nyokap gw, ada beberapa rumah juga yang rame munggahan. Banyak mobil mewah parkir di jalan yang dah butut setengah mampus itu. Mungkin mobil2 bagus itu nandain orang yang merantau ke kota dan berhasil.... cuma nyokap bilang si di daerah situ emang keluarganya dokter siapa.... gitu. Dokter jaman kuda gitu. Tapi ya gak pasti juga. Cuma kalo tenryata orang-orang yang ngerantau pada sukses n masih inget desa bagus juga.
Trus sepupu gw kan masih tinggal di leles. Cerita dia bikin gw agak miris gitu. Dia cerita, ada anak yang gak mau sekolah kalo gak dibeliin motor ma ortunya. Ada juga yang sampe ngegerebek (hmmmmm gimana ngejelasin kata ini yah? gila? depresi? sejenis-jenis ngelamun berkelanjutan deh) kalo gak kesampean punya motor atau hp baru. Keponakan jauh gw juga sempet tuh kayak gitu n pulih setelah dapet motor. Kakak ipar gw yang orang sumedang cerita juga kalo fenomena serupa kejadian juga di Sumedang. Akibat budaya komersil? materialistik? apapun lah namanya. Yang jelas penyakit ini membahayakan. gw yang lahir dan besar di kota aja ngalamin jalan kaki or naek becak kok ke sekolah. Tapi itu bertahun-tahun yang lalu. Apa generasi sekarang beda yah? OHHHHHHHHHHH TIDAAAAKKKKKKKK
Trus gw kan abis nyekar pergi makan di samarang Garut ke tempat yang namanya mulih ka dasa. konsep tempat makan itu nawarin suasana pedesaan (laporan lengkapnya disusulin di queenandfood.blogspot.com). Ada orang maen kecapi suling, angin semeliwir, piring n gelas kaleng! Iya gelas dan piring kaleng yang bocel-bocelnya disengaja (seandainya pun gak disengaja berarti mereka beli dari toko barang bekas gitu??? TIDAAAAAAAAKKKKKKKKKKKKKK).
Ada ironi disitu. Di desa dimana para orangtua yang petani lagi berjuang biar tetep bia idup dan survive, anak2 minta dibeliin motor atau hp biar mau sekolah. Padahal belum tentu tahun ini panen berhasil. Di sisi lain, orang2 kota yang sok-sok kangen pedesaan bersedia membayar demi ngerasain suasana idup pedesaan or kayak orang miskin makan di atas piring kaleng!!!!! Dunia macam apa ini???
-back to work ah-
Rabu, 27 Agustus 2008
Feeling vs logic
My feeling said yes, my logic said definitely NO.
If I let my feeling wins, my logic lost.
Then stupidity will haunt me forever
If I let my logic wins, I'lost my comfort.
But, is it a kind of comformity I'm looking for?
Am I happy with that kind of comformity?
Is is a comformity anyway?
I think I have to fight for my logic
By the end, I'll find my true comfort anyway
If I let my feeling wins, my logic lost.
Then stupidity will haunt me forever
If I let my logic wins, I'lost my comfort.
But, is it a kind of comformity I'm looking for?
Am I happy with that kind of comformity?
Is is a comformity anyway?
I think I have to fight for my logic
By the end, I'll find my true comfort anyway
Selasa, 26 Agustus 2008
Chinese Funeral
Kemaren gw pergi ke pemakamannya bokap ex staff kantor gw. Gw gak kenal si sama orangnya, karena dia pindah sebelum gw masuk. Rumah duka yang gw datengin itu ada di daerah Jakarta Utara gitu deh. Pertama gw dateng ke rumah duka, agak kaget juga karena kok tempatnya terang benderang gitu. Gw mikirnya bakal ada tangisan msal di begitu bnayak rumah duka yang ada tenryata enggak.
Rumah duka bokap ex staff kantor gw itu ada di lantai dua. Pas di lantai satu aja gw udah amaze ngeliat rumah duka-rumah duka yang sepertinya fully booked. Pertama, bayak banget makanan. Kedua, gw gak ngeliat orang nangis2. Ketiga. Bajunya pada anyantei abis gitu, dari mulai celana pendek sampe rok mini.
Naeklah gw ke ruang duka yang dituju. Ternyata karena almarhum penganut budha, lagi ada upacara gitu deh. Trus gw merhatiin sekeliling. Sebagian tamu emang ada yang ngikutin upacara budhanya, tapi bnayak juga yang duduk2 di kursi deretan belakang, makan kacang, roti atau jeruk yang disediain di beberapa meja. Wah... kok seperti kantin msal rumah duka ini. ditambah ada kulkas juga. Di dalemnya ada kue apem sama bakpao. Temen gw sempet cekikikan sendiri. APs di mobil dia baru tanya apa tuh makanan di kulkas bayar atau enggak, hehehehe. Udah gitu, pas kita masuk ruang duka, ada penerima tamu dan tempat masukin uang. Gw hampir jedang begitu yang nerima tamu nyodorin kartu dijepret permen sebagai ucapan terima kasih. Huaaa kok kayak kawinan.
Gw langsung sms temen gw yang chinese nanyain kok acara berduka cerah begini. Dia bilang, tergantung apakah keluarganya masih cina totok atau engga. Kalo yang totok emang dibikin cerah tapi abis itu 40 hari pake kaen karung. Kalo di tempat ex staff kantor gw sih yang berduka pake atasan putih, bawahan item trus semacam iketan di tangannya. Di ruang duka lantai bawah gw liat yang lebih meriah lagi, soalnya ada boneka2 dewa gitu terus langit2nya digantungin semacam spanduk pake tulisan cina besar2. Temen kantor gw yang ikut pergi trus sempet cerita, di salah satu ruang duka di pojok, peti matinya itu kayak peti mati Cina yang bentuknya kuno melengkung gitu. jadi pas mereka mau ke wc yang ada di belakang itu, dia ngebayangin jangan2 ada vampir ngeloncat dari tuh peti kayak di film2, huehehehehehehe.
Waktu temen gw yang batak kristen meninggal, acara nangis2nya heboh gitu. Apalagi pas penguburan karena nangisnya pada histeris. Waktu bokapnya temen gw yang Jawa katolik meninggal, gw ke rumah duka. Ya suasananya kelam gitu tapi gak terlalu menjerit-jerit. Sebagai moslem, gw biasa dateng ke pemakaman yang semua prosesnya cepet. Malem meninggal, besok pagi atau siang dah dimakamin. Ada yang nangis, tapi gak histeris2 amat. Pengalaman dateng ke chinese funeral pertama kali buat gw menambah khasanah pengetahuan gw tentang budaya
Rumah duka bokap ex staff kantor gw itu ada di lantai dua. Pas di lantai satu aja gw udah amaze ngeliat rumah duka-rumah duka yang sepertinya fully booked. Pertama, bayak banget makanan. Kedua, gw gak ngeliat orang nangis2. Ketiga. Bajunya pada anyantei abis gitu, dari mulai celana pendek sampe rok mini.
Naeklah gw ke ruang duka yang dituju. Ternyata karena almarhum penganut budha, lagi ada upacara gitu deh. Trus gw merhatiin sekeliling. Sebagian tamu emang ada yang ngikutin upacara budhanya, tapi bnayak juga yang duduk2 di kursi deretan belakang, makan kacang, roti atau jeruk yang disediain di beberapa meja. Wah... kok seperti kantin msal rumah duka ini. ditambah ada kulkas juga. Di dalemnya ada kue apem sama bakpao. Temen gw sempet cekikikan sendiri. APs di mobil dia baru tanya apa tuh makanan di kulkas bayar atau enggak, hehehehe. Udah gitu, pas kita masuk ruang duka, ada penerima tamu dan tempat masukin uang. Gw hampir jedang begitu yang nerima tamu nyodorin kartu dijepret permen sebagai ucapan terima kasih. Huaaa kok kayak kawinan.
Gw langsung sms temen gw yang chinese nanyain kok acara berduka cerah begini. Dia bilang, tergantung apakah keluarganya masih cina totok atau engga. Kalo yang totok emang dibikin cerah tapi abis itu 40 hari pake kaen karung. Kalo di tempat ex staff kantor gw sih yang berduka pake atasan putih, bawahan item trus semacam iketan di tangannya. Di ruang duka lantai bawah gw liat yang lebih meriah lagi, soalnya ada boneka2 dewa gitu terus langit2nya digantungin semacam spanduk pake tulisan cina besar2. Temen kantor gw yang ikut pergi trus sempet cerita, di salah satu ruang duka di pojok, peti matinya itu kayak peti mati Cina yang bentuknya kuno melengkung gitu. jadi pas mereka mau ke wc yang ada di belakang itu, dia ngebayangin jangan2 ada vampir ngeloncat dari tuh peti kayak di film2, huehehehehehehe.
Waktu temen gw yang batak kristen meninggal, acara nangis2nya heboh gitu. Apalagi pas penguburan karena nangisnya pada histeris. Waktu bokapnya temen gw yang Jawa katolik meninggal, gw ke rumah duka. Ya suasananya kelam gitu tapi gak terlalu menjerit-jerit. Sebagai moslem, gw biasa dateng ke pemakaman yang semua prosesnya cepet. Malem meninggal, besok pagi atau siang dah dimakamin. Ada yang nangis, tapi gak histeris2 amat. Pengalaman dateng ke chinese funeral pertama kali buat gw menambah khasanah pengetahuan gw tentang budaya
Langganan:
Postingan (Atom)